recipes88.com – Konflik di Myanmar, yang mengingatkan pada situasi di Gaza, telah mencapai tingkat kekerasan baru antara junta militer dan warga negaranya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyatakan kecaman tegas terhadap tindakan militer yang brutal ini.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, “secara tegas mengutuk” serangan terkini oleh militer Myanmar yang menurut laporan telah merenggut nyawa banyak warga sipil di Negara Bagian Rakhine dan wilayah Sagaing Utara baru-baru ini. Juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, mengungkapkan kecaman ini dalam sebuah pernyataan yang dilansir oleh AFP pada Jumat (7/6/2024).
Laporan awal menunjukkan bahwa pada hari Senin, militer melancarkan serangan udara terhadap sebuah upacara pernikahan di wilayah Sagaing, menurut laporan dari Radio Free Asia (RFA). Pesawat militer menjatuhkan dua bom seberat 500 pon pada pukul 08.15 waktu setempat, mengakibatkan 24 orang tewas dan sekitar 30 lainnya luka-luka. Setelah pemboman, militer juga melepaskan tembakan artileri ke desa Ma Taw di kotapraja Mingin, memaksa lebih dari 2.000 penduduk dari enam desa terdekat untuk mengungsi.
Sagaing dikenal sebagai pusat perlawanan etnis Burman terhadap pemerintah militer. Respons junta seringkali dengan penggunaan senjata berat, yang menyebabkan banyak korban sipil.
Menurut Menteri Hak Asasi Manusia dari pemerintahan bayangan Persatuan Nasional, Aung Myo Min, pemboman tersebut merupakan kejahatan perang. “Ini bukanlah tindakan kampanye militer, melainkan serangan yang disengaja terhadap pernikahan sipil sebagai strategi militer,” katanya.
Ada laporan yang belum terverifikasi dari saluran Telegram yang didukung militer, yang menyatakan bahwa serangan itu dilakukan karena pemimpin Pasukan Pertahanan Rakyat Mingin, yang merupakan salah satu orang yang akan menikah, menjadi targetnya.
Sejak kudeta militer yang dipimpin oleh Min Aung Hlaing pada Februari 2021, yang menggulingkan pemerintahan sipil, Myanmar telah berada dalam kondisi perang saudara. Kudeta tersebut memicu protes besar-besaran yang akhirnya dihadapi dengan tindakan keras oleh junta.
Selain itu, beberapa milisi etnis telah meningkatkan perlawanannya terhadap pemerintahan junta yang tidak demokratis, terutama di wilayah-wilayah seperti Kayin, Kachin, dan Shan yang berbatasan dengan China dan Thailand, di mana junta dilaporkan mulai mengalami kekalahan.